Sebuah renungan bagi
pasangan yang mulai merasa jenuh dengan hubungannya. Mungkin cerita ini bisa
merubah pemikiranmu tentang “cinta” dan cara “mencinta”. Let’s begin..
Tak
terasa hubungan ini sudah terjalin selma 5 tahun lamanya, 2 tahun perkenalan, 3
tahun menjalani hubungan pernikahan. Orang bilang angka 5 adalah periode cukup rawan dalam
sebuah pernikahan. Banyak orang tak mampu mempertahankan angka hubungan ini. Itu juga
yang saat ini membayangi pikiranku. Entah mengapa aku merasa dia telah berubah
banyak, tidak seperti dulu saat kami menjalani masa-masa perkenalan. Aku merasa
dia saat ini tidak perhatian, tidak romantis. Mungkin aku jenuh.
Berhari-hari
aku mendiamkannya, sejenak menenangkan hati dan pikiran untuk memutuskan apa
yang harus aku lakukan. Terlintas di benakku untuk mengakhiri semua ini dan
kembali pada kehidupanku sebelumnya. Kehidupanku sebelum aku bertemu dengannya.
Ada kebimbangan, antara iya atau tidak. Jujur jika ditanya sayang, masih
sayang. Namun, hubungan ini terasa membosankan dan menjenuhkan untuk dijalani.
Waktu
terus berjalan, hari mendekati pagi. Hati ini berniat untuk mengatakan
kepadanya bahwa aku sudah tak sanggup lagi menjalani hubungan ini dan berniat
untuk mengakhiri hubungan ini. Akan kukatakan nanti siang. Aku pun berusaha
mencari dan merangkai kata yang pas agar tidak menyakitinya. Seperti biasa, aku
mengambil buku catatan untuk mencorat-coret. Kubuka lembaran demi lembaran,
tanpa sengaja aku menemukan tulisan-tulisan yang sekilas nampak tidak penting. Tulisan
usang yang entah kapan itu ditulis, nampak sederhana karena hanya ditulis
dengan pensil.
Tak
terasa aku bisa tertawa hanya sekedar melihat dan membaca apa yang ada di
lembaran-lembaran itu. Memoriku kembali memutar ingatan masa lampau, dimana
tulisan itu dibuat, dan kapan tulisan itu ada. Masih ingat kala itu, dia
mencoba membuatku tertawa dengan sebuah permainan yang ia gambar buat sendiri. Dan
ia pun berhasil membuatku tertawa.
Aku
pun kembali teringat banyak hal, dia adalah orang yang mampu menerimaku apa
adanya, segala kekuranganku ia terima dan selalu membawaku ke arah yang lebih
baik. Aku adalah orang yang mudah lupa. Lupa menaruh barang, lupa membawa kunci
rumah. Dia selalu melompat pagar rumah untuk bisa membukakan pintu rumah. Aku adalah
orang yang malas berada lama-lama di depan komputer, dia akan menggantikan
dengan mengerjakan semua tugasku di depan komputer. Saat datang bulan tiba,
meskipun ia lelah pulang kerja, dia akan memijat kakiku sampai aku tertidur. Aku
adalah orang yang tidak tahu arah, mana timur, barat dan selatan. Dia seperti
kompas buatku, selalu menunjukkan arah untuk bisa ke suatu tempat atau bahkan
arah pulang.
Sederhana,
memang cukup sederhana. Sesederhana itu aku mencintainya dan dia mencintaiku. Bahkan
setiap kali pulang kerja, dia selalu membagikan cerita lucu-lucu untuk sekedar
membuatku tertawa. Dia takut, terlalu lama di rumah aku menjadi gila. Dan meskipun
dia jarang bersikap romantis (memberi bunga, coklat atau boneka), tetapi dia
tidak pernah menyakitiku. Dia selalu menjaga hatinya untukku, dan aku sangat
tahu akan hal itu.
Alasan
itu sangat kuat dan cukup untuk membuatku berubah. Cinta itu bukan tentang
setangkai mawar, sebatang coklat dan sesesar boneka yang paling besar. Tapi lebih
dari itu, dia mampu berpikir jauh dari apa yang kita duga. Dia memikirkan kita
lebih detail dibandingkan dia memikirkan dirinya. Pengorbanan yang selalu ia
berikan untuk membuat kita bahagia. Dia tidak akan membelikan coklat hanya
untuk membahagiakan kita, tetapi disisi lain dia tidak makan. Ada hal yang
lebih penting, dia akan memilih makan agar dia tidak sakit, karena jika dia
sakit, dia takkan bisa menjaga dan melindungi kita. Dan mungkin ada banyak hal
yang kita tidak pernah tahu tentangnya. Hal-hal yang justru lebih romantis
dibanding mawar dan coklat.
Didedikasikan untuk
suamiku..
Terimakasih untukmu
yang mampu menjadi segalanya untukku. Menjadi ayah, kakak, sahabat dan suami tercinta..
No comments:
Post a Comment